Jakarta, bincang.id — Dunia tengah menghadapi dua tantangan besar di sektor energi: menjaga ketahanan energi demi pertumbuhan ekonomi, dan mempercepat transisi menuju energi rendah karbon yang berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman, saat membuka forum ASIA-TECH 2025 di Jakarta, Rabu (8/10).
“Ini adalah tantangan yang membutuhkan keseimbangan, visi, dan yang terutama kemitraan,” tegas Taufik.
Dalam kesempatan tersebut, Taufik menegaskan komitmen KPI — sebagai Subholding Refining & Petrochemical Pertamina — untuk memainkan peran strategis dalam mendukung transisi energi berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara. Langkah ini sejalan dengan target Indonesia mencapai Net Zero Emissions pada 2060 atau lebih cepat.
Menurut Taufik, kondisi tersebut mendorong KPI tidak hanya memperkuat kapasitas kilang dan petrokimia, tetapi juga mengintegrasikan prinsip dekarbonisasi, pemanfaatan bahan bakar terbarukan, serta ekonomi sirkular dalam strategi energi nasional.
“KPI memiliki misi yang jelas yaitu memastikan ketahanan energi nasional, sekaligus menjadi pionir menuju bahan bakar berkelanjutan di Asia Tenggara,” ujarnya.
Sebagai wujud nyata dari komitmen tersebut, KPI telah mencatat sejumlah pencapaian strategis. “Pertama, Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan yang dirancang tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas, tetapi juga untuk menghasilkan bahan bakar yang lebih bersih yang memenuhi standar setara Euro 5,” ungkap Taufik.
Selain itu, ia juga menyoroti pengembangan Green Refinery serta produksi Sustainable Aviation Fuel (PertaminaSAF) di Kilang Cilacap yang berbasis minyak jelantah, dan pengembangan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau bahan bakar diesel berbasis minyak sawit. Langkah ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu pelopor energi hijau di kawasan Asia Tenggara.
Pencapaian lainnya berfokus pada transformasi digital dan efisiensi operasional. “Hal ini terkait dengan penerapan kecerdasan buatan (AI) untuk predictive maintenance dan efisiensi energi agar operasi lebih kompetitif dan rendah emisi,” jelas Taufik.
Lebih lanjut, KPI juga memperkuat kolaborasi regional melalui kemitraan dengan berbagai mitra teknologi, investor, serta perusahaan minyak nasional (NOC) di kawasan. Tujuannya adalah untuk mendorong inovasi katalis, fleksibilitas bahan baku, dan membangun rantai pasok yang tangguh.
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menegaskan dukungan pemerintah terhadap penguatan sektor hilir migas dalam mewujudkan ketahanan energi dan masa depan rendah karbon.
Ia menjelaskan bahwa permintaan gas alam global diperkirakan meningkat kembali pada 2026. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengoptimalkan strategi hilirisasi, memperluas jaringan pipa, serta mengembangkan klaster virtual pipeline untuk memperkuat distribusi energi bersih.
“Peluang untuk memodernisasi infrastruktur melalui rekayasa dan teknologi menjadi kunci agar hilirisasi lebih berkelanjutan dan mendukung visi energi rendah karbon,” ujar Laode.
Forum ASIA-TECH 2025, yang digelar pada 8–9 Oktober di Jakarta oleh Euro Petroleum Consultants (EPC) bekerja sama dengan KPI, merupakan ajang teknologi pengolahan dan petrokimia terkemuka di Asia. Acara ini dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, Kuwait, Belanda, dan Tiongkok.
Selama lebih dari dua dekade, ASIA-TECH menjadi wadah penting bagi pelaku industri hilir — mulai dari perusahaan kilang, petrokimia, penyedia teknologi, regulator, hingga investor — untuk berbagi wawasan, menjalin kemitraan, dan merumuskan strategi menghadapi tantangan energi global.
Artikel ini ditulis oleh:
Jimmy Julian