Pelalawan, Bincang.id – Beredar pemberitaan dari media online yang menyebutkan bahwa seorang supervisor SPBU dengan inisial K, atau Udin, diduga terlibat dalam praktik pelansiran dan penimbunan BBM subsidi jenis solar. Informasi tersebut dipastikan tidak benar, tidak terverifikasi, dan cenderung tendensius, pada hari Minggu tanggal 4 Mei 2025.
Fakta-fakta yang diperoleh dari pihak berwenang mengungkapkan bahwa sampai saat ini tidak ada laporan resmi ataupun temuan yang sah yang menunjukkan keterlibatan Khairudin dalam kegiatan ilegal seperti yang disebutkan dalam pemberitaan. Nama Khairudin yang disebut sebagai pegawai Pertamina dan pengawas di beberapa SPBU tidak terdaftar dalam struktur resmi Pertamina atau daftar tenaga pengawas SPBU yang ditugaskan oleh perusahaan milik negara tersebut.
Lebih lanjut, keluarga dan rekan kerja Khairudin menegaskan bahwa laporan tersebut telah merusak reputasi dan berisi banyak informasi yang tidak dapat dipastikan kebenarannya. “Kami menyeru media untuk mengikuti etika jurnalistik. Jangan membuat berita berdasarkan asumsi atau demi kepentingan tertentu,” ungkap salah satu rekan Khairudin yang tidak ingin namanya disebutkan.
Terkait klaim bahwa Khairudin memberikan “sagu hati” kepada wartawan, hal tersebut tidak didukung oleh bukti yang sah, dan terkesan sebagai upaya untuk membentuk opini negatif. Di samping itu, penggunaan kata-kata seperti “arogan” dan “tidak kooperatif”, serta narasi yang menyebut dirinya “mempermainkan media” dianggap tidak memenuhi standar jurnalistik yang adil dan seimbang.
Pemberitaan yang tidak mengikuti prinsip verifikasi, tidak seimbang, dan tidak memberikan kesempatan untuk penanggapan dari pihak yang diberitakan, berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Butir 5 ayat (1) menegaskan bahwa media wajib melaporkan peristiwa secara faktual dan seimbang. Sementara itu, butir 5 ayat (2) menegaskan bahwa media wajib menghargai prinsip praduga tak bersalah. Pasal 18 ayat (2) menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap prinsip kerja media dapat dikenai sanksi pidana hingga 2 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
Penyebaran informasi yang mencemarkan nama baik dan tidak sesuai fakta melalui media digital juga bisa melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Alih bahasa 27 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 (perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008) menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan atau mentransmisikan informasi elektronik yang mencemarkan nama baik, bisa dipenjara paling lama 4 tahun dan/atau didenda hingga Rp750 juta.
Sejumlah pihak telah mengutuk pemberitaan tersebut dan menekan beberapa media online untuk meminta maaf serta menarik artikel yang bersangkutan karena berpotensi menjadi fitnah dan pencemaran nama baik. “Berita tersebut tidak melewati standar verifikasi. Jelas tendensius dan berusaha membentuk opini negatif terhadap individu tanpa dasar yang kokoh,” ujar seorang aktivis LSM yang turut memantau perkembangan kasus ini.
Hingga saat berita ini ditulis, belum ada klarifikasi resmi dari beberapa media online terkait sumber data, bukti, atau proses verifikasi yang digunakan dalam penerbitan berita tersebut.
Artikel ini ditulis oleh:
Ikhwan Nur Rahman