Riau, Bincang.id — Menjelang kunjungan Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI ke Provinsi Riau, suara-suara kritis dari kalangan buruh kembali menggema. Nofri Hendra, mahasiswa Universitas Terbuka dan Ketua Serikat Pekerja PUK SPDT FSPMI yang menjadi korban PHK sepihak oleh PT. Prima Transportasi Servis Indonesia (PTSI)—anak usaha APRIL Group—melontarkan peringatan keras agar kunjungan tersebut tidak menjadi ajang pencitraan korporasi dan basa-basi politik.
“Harapan kami jelas: kunjungan ini jangan menjadi panggung seremonial. Jangan cuma senyum di depan kamera, tapi diam saat buruh dizalimi. Kami menuntut keadilan, bukan basa-basi!” tegas Nofri melalui unggahan media sosialnya, Selasa (22/4)
Dalam unggahan itu, Nofri menyampaikan kembali rekam jejak perjuangannya dan kawan-kawan melawan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang ia sebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap serikat buruh. Meski belum turun ke jalan saat ini, ia menegaskan bahwa perlawanan buruh tidak mati—hanya menunggu momentum.
“Luka kami belum sembuh. Hak kami belum kembali. Jangan anggap diam kami sebagai tanda kami menerima ketidakadilan ini!” lanjutnya.
Nofri juga mengkritik keras praktik yang disebutnya sebagai “kosmetik ketenagakerjaan”, di mana pelanggaran-pelanggaran buruh dibiarkan, sementara perusahaan tetap dipoles agar terlihat patuh di mata pejabat.
“Kami tidak anti investasi. Tapi jika investasi dijadikan tameng untuk menindas buruh, membungkam serikat, dan melakukan PHK sewenang-wenang, maka itu bukan pembangunan—itu penjajahan ekonomi gaya baru!” katanya lantang.
Kepada Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Nofri menyampaikan pesan yang tegas.
“Jangan hanya datang untuk bersalaman dengan direksi dan mendengarkan laporan versi manajemen. Datanglah ke lapangan, dengar suara buruh yang dipinggirkan. Negara tidak boleh jadi pelindung penindas, apalagi ikut membungkam suara kebenaran!”
Artikel ini ditulis oleh:
Ikhwan Nur Rahman